Kalam dalam Ilmu Nahwu: Pengertian, Unsur, dan Contohnya
Nahwushorof.ID - Kalam merupakan bab penting dalam ilmu nahwu yang wajib dipelajari oleh pelajar bahasa Arab pemula. Untuk memahami kalam, pelajar dituntut tidak hanya sebatas mengetahui apa itu kalam, tapi juga harus memahami unsur / komponen terbentuknya sebuah kalam.
Pengertian Kalam
Secara bahasa, kalam berarti ucapan atau perkataan seseorang sekalipun itu tidak memberikan pemahaman kepada yang mendengarkan. Kalam juga bisa diartikan sebagai kumpulan lafadz atau kata yang diucapkan oleh seseorang.
Sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam menggariskan pengertian kalam. Menurut pandangan ulama ahli fikih, kalam adalah ucapan / perkataan yang dapat membatalkan sholat. Contohnya seperti perkataan قُمْ dan مِنْ, sekalipun tidak memahamkan.
Adapun menurut istilah ulama ahli nahwu, pengertian kalam adalah:
الكلام هو اللفظ المركّب المفيد بالوضع
Artinya: “Kalam adalah lafadz yang tersusun, memahamkan, dan (diucapkan) dengan bahasa Arab”.
Syaikh Ibnu Malik dalam Nadzhom Alfiyah memberikan pengertian lebih sederhana tentang kalam, sebagai berikut:
...كَلَامُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ
Artinya: “Kalam menurut ahli nahwiyyin adalah lafadz yang memahamkan sebagaimana perkataan istaqim”.
Dari penjelasan mengenai kalam baik secara istilah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai kalam apabila ia telah memenuhi unsur berupa lafadz, tersusun, memahamkan, dan diucapkan dengan bahasa Arab. Apabila tidak memenuhi unsur tersebut atau kurang salah satunya, maka tidaklah disebut sebagai kalam.
Unsur Kalam dalam Ilmu Nahwu
Sebagaimana disebutkan di atas, kalam dalam ilmu nahwu memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu berupa lafadz / kata, tersusun, berfaedah / memahamkan, dan diucapkan dengan bahasa Arab. Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Lafadz (Ucapan)
Kalam haruslah memenuhi unsur berupa lafadz, yang dalam bahasa Indonesia disebutkan dengan istilah “lafaz” (ucapan), yaitu sesuatu yang keluar dari lisan manusia yang mengandung bunyi dan makna.
Dalam ilmu nahwu, pengertian lafadz adalah sebagai berikut;
اللفظ هو الصّوت المشتمل على بعض الحروف الحجائية
Artinya: "Lafadz adalah suara yang mengandung sebagian huruf-huruf hijaiyyah".
Contohnya seperti زَيْدٌ (nama seseorang) yang terdiri dari beberapa huruf hijaiyyah, kemudian membentuk lafadz زَيْدٌ. Jika tidak mengandung sebagian huruf hijaiyyah, maka tidaklah disebut sebagai lafadz, seperti isyarat kedipan mata sekalipun itu memahamkan. Dengan demikian, maka isyarat kedipan mata tidak termasuk kalam karena tidak memenuhi unsur lafadz.
2. Murakkab (Tersusun)
Unsur kalam yang kedua yaitu murakkab (tersusun). Artinya, terdiri dari dua kata atau bahkan lebih sehingga membentuk susunan yang saling melengkapi dan memberikan faedah.
Contohnya seperti kata قَامَ (fiil madhi, artinya telah berdiri) dan زَيْدٌ (isim alam; nama orang). Apabila keduanya disandingkan menjadi kalimat قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri) sehingga saling bersandar dan memahamkan.
Contoh lain seperti perkataan أُنْصُرْ (menolonglah), dalam ilmu nahwu ucapan أُنْصُرْ dikatakan sebagai kalam karena sudah tersusun dari dua kata meski secara taqdir (tersirat). Karena dibalik perkataan أُنْصُرْ terdapat dhomir (kata ganti) yang tersembunyi, yaitu berupa أَنْتَ (kamu).
3. Mufid (Berfaedah)
Unsur kalam selanjutnya adalah mufid (berfaedah), artinya dapat memberikan pemahaman kepada lawan bicara atau yang mendengarkan sehingga diam. Maksud kata diam di sini adalah tidak muncul suatu pertanyaan atas apa yang diucapkan karena sudah paham. Contohnya seperti perkataan زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid orang yang berdiri).
Maka tidaklah disebut sebagai kalam apabila tidak memahamkan, sekalipun itu murakkab (tersusun). Seperti kalimat إِنْ قَامَ زَيْدٌ (jika Zaid berdiri...). Kalimat ini tidak bisa dikatakan sebagai kalam, karena tidak memiliki jawab atas huruf syarat إن yang membuat lawan bicara bingung dan bertanya kembali.
4. Wadl'i (Bahasa Arab)
Unsur kalam terakhir yaitu wadl'i (berbahasa Arab). Maka ucapan yang menggunakan bahasa selain bahasa Arab tidak tergolong sebagai kalam (menurut istilah ilmu nahwu).
Akan tetapi, dalam memberikan tafsiran mengenai wadl'i sebagian ulama berbeda pendapat. Sebagian mengartikannya harus berbahasa Arab, sebagian lagi mengartikannya dengan makna "sadar". Artinya, mutakallim (orang yang berbicara) harus secara sadar dan sengaja dalam perkataannya dengan maksud yang jelas. Oleh karena itu, perkataan orang yang mabuk, orang gila, dan orang tidur tidaklah disebut sebagai kalam.
Contoh Kalam dalam Nahwu
Setelah mengetahui apa itu kalam dan apa saja unsur yang harus dipenuhinya, sekarang mari pahami lebih lanjut bagaimana contoh kalam dalam ilmu nahwu, sebagai berikut:
لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ
Artinya : “Janganlah membuat kerusakan di bumi”.
Penjelasan :
- لَا adalah huruf nahi (pencegahan / pelarangan) yang terjatuh sebelum fi’il mudhari dan berfungsi menjazemkan.
- تُفْسِدُوْا adalah fi’il mudhari yang dibaca jazem (dengan membuang nun) karena diawali oleh huruf nahi. Adapaun fa’il dari kata تُفْسِدُوْا yaitu berupa isim dhomir.
- فِى الْاَرْضِ adalah susunan jar majrur di mana فِى huruf jar yang masuk pada isim, dan kata الْاَرْضِ menjadi isim yang majrur dengan harakat kasrah karena berupa isim mufrad.
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam”.
Penjelasan :
- اِنَّ adalah amil yang berfungsi menashabkan isim pertama (mubtada) sebagai isimnya dan merafakan khabar mubtada sebagai khabarnya.
- الدِّيْنَ isim manshub (dibaca nashab) sebagai isimnya اِنَّ, diharakati fathah sebab berupa isim mufrad.
- عِنْدَ اللّٰهِ adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih. Di mana lafadz عِنْدَ (kata yang menunjukkan tempat) sebagai mudhaf yang berstatus mabni. Dan lafdzul jalalah menjadi mudhaf ilaihnya dengan dibaca jar / khafadz.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kalam dalam ilmu nahwu adalah susunan lafadz dalam bahasa Arab yang membentuk suatu kalimat dan memberikan pemahaman kepada lawan bicara sehingga diam.
Kalam memiliki 4 unsur yang harus terkumpul, yaitu berupa lafadz (اللفظ), tersusun (المركّب), memberikan faedah (المفيد), dan diucapkan dengan sadar / berbahasa Arab (الوضع). Jika tidak memenuhi keempat unsur kalam tersebut atau kurang salah satunya, maka tidak bisa disebut sebagai kalam.
Selain itu, dalam ilmu nahwu juga ada istilah kalim, dan kalimah. Antara kalam, kalim, dan kalimah mempunyai pengertian tersendiri, ketiga istilah tersebut tidaklah sama.