Khabar Inna Wa Akhwatuha (dan Saudara-saudaranya)
Khabar inna dan saudaranya (wa akhwatuha) merupakan komponen pokok dalam kalimat nominal yang dimasuki inna atau salah satu saudaranya. Pada dasarnya, khabar tersebut adalah khabar bagi mubtada’ yang berubah i’rab dan fungsinya sebab masuknya amil nawasikh inna wa akhwatuha. Jadi, penjelasan tentang khabar ini tidak jauh berbeda dengan khabar mubtada’.
Penjelasan Khabar Inna dan Saudaranya
Secara etimologi (bahasa), kata khabar (خَبَرٌ) berakar dari fi’il madhi khabara (خَبَرَ), artinya berita, kabar, atau keterangan. Penggunaan kata al-khabar juga beberapa kali digunakan dalam ayat Al-Qur’an. Seperti dalam QS. An-Naml ayat 7 berikut:إِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِأَهْلِهِ إِنِّي آنَسْتُ نَارًا سَآتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ آتِيكُمْ بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ
Artinya: (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu kabar dari padanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang", (QS. An-Naml:7).Sedangkan khabar menurut istilah ilmu nahwu adalah lafadz yang maknanya disandarkan kepada isim yang terjatuh sebelumnya. Artinya, ia memegang fungsi sebagai kata yang menerangkan mubtada’ (isim pertama) dalam kalimat nominal sehingga menjadi sempurna.
Ada juga ulama ahli nahwu yang mendefinisikan khabar sebagai berikut:
الخَبَرُ هُوَ لَفْظٌ مُجَرَّدٌ عَنِ العَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ أُسْنِدَ إِلَى المُبْتَدَأِ مُتَمِّمًا مَعْنَاهُ وَيَصِحُّ السُّكُوْتُ عَلَيْهِ
Artinya: Khabar adalah kata yang dibebaskan dari amil-amil lafdziyah, yang disandarkan kepada mubtada’ untuk menyempurnakan maknanya, dan patut diam atasnya.
Definisi khabar mubtada’ sebagaimana pengertian di atas tentu tidak jauh berbeda dengan khabar inna dan saudaranya. Hanya saja, marfu’nya (dibaca rafa’) khabar di sini mempunyai sebab dan fungsi yang berbeda. Yaitu marfu’ sebab masuknya partikel inna atau salah satu saudaranya sebagai khabar inna wa akhwatuha, bukan khabar mubtada’.
Catatan: sebagian ulama ahli nahwu mengatakan rafa’nya khabar itu sebab mubtada’ sekalipun didahului oleh huruf nasikh inna atau salah satu saudaranya.
Contoh penggunaan khabar inna seperti dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Maka rafa’nya lafadz قَدِيرٌ pada ayat di atas bukan sebab mubtada’, tetapi karena menjadi khabarnya inna. Artinya, harokat dhammah tersebut adalah mujaddad (baru), menggantikan i’rab rafa’ ketika ia menjadi khabar mubtada’.
Jenis Khabar Inna Wa Akhwatuha
Pada penggunaannya, khabar inna wa akwatuha dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu khabar inna berupa mufrad dan ghairu mufrad. Klasifikasi ini didasarkan pada pembagian khabar mubtada’ yang menjadi awal mula kehadiran khabar inna dan saudaranya. Penjelasan masing-masing jenis khabar tersebut adalah sebagai berikut.1. Khabar mufrad
Menurut kamus Arab Indonesia, mufrad artinya tunggal, sendiri, atau satu. Dalam ilmu nahwu, yang dimaksud khabar mufrad adalah khabar yang hanya terdiri dari satu kata sederhana saja. Artinya, ia berdiri sendiri (mandiri), tidak berupa kalimat baik itu verba, nominal, atau yang serupa dengan keduanya.Perhatikan contoh khabar inna dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi", (QS. Al-Baqarah: 30).
Kata جَاعِلٌ dalam ayat barusan adalah bentuk isim fa’il dari madhi ja’ala-yaj’alu (جَعَلَ-يَجْعَلُ), dibaca rafa’ berkedudukan sebagai khabarnya inna dan hanya berupa satu kata sederhana. Adapun lafadz yang menjadi isim inna yaitu berupa isim dhamir muttashil atau kata ganti yang disambung.
2. Khabar ghairu mufrad
Kebalikan dari khabar mufrad, khabar ghairu mufrad adalah jenis khabar majemuk karena memiliki susunan lebih dari satu kata. Secara sederhana, khabar ini merupakan jenis khabar yang berupa kalimat sempurna.Ada 4 macam khabar ghairu mufrad, yaitu:
- Jumlah ismiyah (kalimat nominal)
- Jumlah fi’liyah (kalimat verba)
- Jar majrur (kata depan)
- Dharaf madhruf (keterangan tempat atau waktu).
Coba perhatikan beberapa contoh khabar inna wa akhwatuha berupa ghairu mufrad berikut ini:
- إِنَّ زَيْدًا أُمُّهُ مُدَرِّسَةٌ (sesungguhnya ibunya Zaid itu seorang guru)
- لَعَلَّ زَيْدًا أَرْسَلَ أَبُوهُ عَلَيَّ الرِّسَالَةَ (seandainya bapaknya Zaid mengirim surat untukku)
- لَيْتَ خَالِدًا فِى الدَّارِ (semoga Khalid ada di rumah)
- قُلْتُ: إِنَّهُ أَمَامَ البَيْتِ (aku berkata: sesungguhnya ia ada di depan rumah).
Semua kalimat di atas adalah contoh khabar inna baik berupa jumlah (ismiyah, fi’liyah) maupun syibh jumlah (jar majrur, dharaf). Dengan demikian, yang menjadi khabar tidak hanya satu kata saja, tetapi semua kata yang menjadi unsur pembentuk kalimat tersebut. Misalnya kalimat إِنَّ زَيْدًا أُمُّهُ مُدَرِّسَةٌ, yang khabarnya berupa jumlah ismiyah atau kalimat nominal, maka yang berkedudukan khabar bukan hanya kata أُمُّهُ atau مُدَرِّسَةٌ, tetapi keseluruhan makna dari أُمُّهُ مُدَرِّسَةٌ, sehingga informasinya lengkap dan utuh.
Contoh Ayat Khabar Inna
Supaya lebih memahami lagi penggunaan khabar inna dan saudaranya (wa akhwatuha), sekarang perhatikan beberapa contoh penggunaan khabar inna wa akhwatuha dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:- إِنَّهُ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ : Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang, (Al-Baqarah: 37).
- كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ : Seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah), (Al-Baqarah: 101).
- إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً : Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu pelajaran, (An-Nazi'at: 26).
- إِنَّ يَوْمَ ٱلْفَصْلِ مِيقَٰتُهُمْ أَجْمَعِينَ : Sesungguhnya hari keputusan (hari kiamat) itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya, (Ad-Dhukhan: 40).
- وَلَٰكِنِّىٓ أَرَىٰكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ : Tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh, (Al-Ahqaf: 23).
- إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَن يَضِلُّ عَن سَبِيلِهِ : Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya, (Al-An'am: 117).
Posting Komentar