Isim Inna dan Saudaranya (Wa Akhwatuha)
Pada kesempatan lalu telah dijelaskan bahwa inna dan saudaranya adalah partikel yang masuk pada kalimat nominal (jumlah ismiyah) yang menjadikan mubtada’ manshub (dibaca nashab) dan khabar tetap dalam keadaan marfu’ (dibaca rafa’). Untuk memperdalam lagi pengetahuan kita tentang tema tersebut, maka perlu adanya pembahasan lebih lanjut lagi tentang isim inna dan saudaranya (mubtada’) sebagai komponen pokok dalam kalimat nominal yang dimasuki amil nasikh inna wa akhwatuha.
Isim inna dan saudaranya (wa akhwatuha) berasal dari mubtada’, yaitu isim yang dibaca rafa’ (marfu’) dan terletak pada permulaan kalimat. Dengan demikian, yang dimaksud isim inna dan saudaranya adalah setiap mubtada’ yang dimasuki partikel inna atau salah satu teman-temannya. Contohnya:
زَيْدٌ عَاذِرٌ
“Zaid itu pemaaf”
Kalimat di atas merupakan susunan jumlah ismiyah (kalimat nominal) di mana kata زَيْدٌ berkedudukan menjadi mubtada' dan kata عَاذِرٌ adalah khabarnya. Ketika dimasuki amil inna atau saudaranya menjadi:
إِنَّ زَيْدًا عَاذِرٌ
“Sesungguhnya Zaid itu berdiri”
Maka lafadz زَيْد yang semula marfu’ sebagai mubtada’ kini i’rabnya berubah menjadi manshub sebagai isimnya inna. Sedangkan lafadz عَاذِرٌ adalah khabar inna yang tetap dalam keadaan rafa’, tapi rafa'nya ini mujaddad (baru).
Menurut kitab Ajurumiyyah oleh Imam ash-Shanhaji yang menjadi kitab dasar mempelajari bahasa Arab, mubtada’ dibagi menjadi dua macam, yaitu:
- Mubtada isim dhahir, sebagaimana contoh زَيْدٌ عَاذِرٌ (Zaid itu pemaaf).
- Mubtada isim dhamir, yang secara keseluruhan ada 12 macam, yaitu:
- أَناَ (Saya)
- نَحْنُ (Kita/kami)
- أَنْتَ (Kamu {lk})
- أَنْتِ (Kamu {pr})
- أَنْتُمَا (Kalian berdua {lk/pr})
- أَنْتُمْ (Kalian {lk})
- أَنْتُنَّ (Kalian {pr})
- هُوَ (Dia {lk})
- هِىَ (Dia {pr})
- هُمَا (Mereka bedua {lk/pr})
- هُمْ (Mereka {lk})
- هُنَّ (Mereka {pr})
Dengan demikian, maka isim inna dan saudaranya juga dibagi menjadi dua macam sebagaimana pembagian mubtada. Karena isim inna dan saudaranya pada dasarnya adalah berasal dari mubtada’.
Coba perhatikan contoh isim inna dan saudaranya berupa isim dhahir berikut:
إِنَّ المُؤْمِنِينَ الصَالِحِينَ ذَوُونَ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman memiliki akhlak yang baik”
Penjelasan:
Susunan awal kalimat di atas adalah “المُؤْمِنُونَ الصَالِحُونَ ذَوُونَ خُلُقٍ حَسَنٍ”. Lafadz المُؤْمِنُونَ merupakan isim dhahir berkategori jamak mudzakkar salim (isim plural untuk maskulin), i’rabnya adalah huruf wawu sebab ia menjadi mubtada’. Ketika ia disambung dengan partikel inna maka i’rabnya berubah manshub (dibaca nashab) sebagai isimnya inna.
Sedangkan lafadz ذَوُونَ خُلُقٍ merupakan susunan idhafah. I’rabnya tetap marfu’ (dibaca rafa’), tetapi berubah fungsi menjadi khabarnya inna. Adapun lafadz الصَالِحُونَ dan حَسَنٍ berfungsi sebagai na’at, yaitu kata untuk mensifati sesuatu, dan i’rabnya menyesuaikan dengan man’utnya (kata yang disifati).
Sekarang perhatikan contoh isim inna dan saudaranya untuk isim dhamir berikut ini:
إِنَّهُ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, (Al-An'am 6:139)”
Penjelasan:
Susunan awal kalimatnya yaitu “اللّٰهُ حَكِيمٌ عَلِيمٌ”. Hadirnya dhamir هُ pada ayat tersebut berfungsi untuk mengganti penyebutan lafdzul jalalah (اللّٰهُ) dan menempati posisinya dengan sempurna tanpa merubah makna.
Dhamir هُ pada kata إِنَّهُ termasuk kategori dhamir muttashil yang dalam penggunaannya dapat disambung dengan fi’il (kata kerja) dan inna beserta saudara-saudaranya. Apabila bersambung dengan fi’il, maka kedudukannya adalah maf’ul bih (obyek). Dan jika dipertemukan dengan inna beserta saudaranya, maka ia berkedudukan sebagai isimnya.
Supaya memudahkan dalam memahami isim inna dan saudaranya berupa isim dhamir ini, pemula bisa memakai rumus penggunaan dhamir muttashil mahal nashab yang bersambung dengan inna berikut ini:
Dhamir | Isim Inna | Arti |
---|---|---|
هُ | إِنَّهُ | Sesungguhnya dia (lk) |
هُمَا | إِنَّهُمَا | Sesungguhnya mereka berdua (lk) |
هُمْ | إِنَّهُمْ | Sesungguhnya mereka (lk) |
هَا | إِنَّهَا | Sesungguhnya dia (pr) |
هُمَا | إِنَّهُمَا | Sesungguhnya mereka berdua (pr) |
هُنَّ | إِنَّهُنَّ | Sesungguhnya mereka (pr) |
كَ | إِنَّكَ | Sesungguhnya kamu (lk) |
كُمَا | إِنَّكُمَا | Sesungguhnya kalian berdua (lk) |
كُمْ | إِنَّكُمْ | Sesungguhnya kalian (lk) |
كِ | إِنَّكِ | Sesungguhnya kamu (pr) |
كُمَا | إِنَّكُمَا | Sesungguhnya kalian berdua (pr) |
كُنَّ | إِنَّكُنَّ | Sesungguhnya kalian (pr) |
نِيْ | إِنَّنِيْ | Sesungguhnya saya (lk/pr) |
نَا | إِنَّنَا | Sesungguhnya kami (lk/pr) |
Misalkan kita hendak membuat kalimat yang dimasuki amil nasikh inna atau saudaranya dengan kata ganti orang ketiga untuk laki-laki tunggal, maka penggunaan yang tepat adalah إِنَّهُ (Sesungguhnya dia). Jika isim inna dan saudaranya ditujukan untuk kata ganti jamak (plural) orang kedua berjenis perempuan, maka menggunakan lafadz إِنَّكُنَّ (Sesungguhnya kalian), dan begitu seterusnya.