Macam-macam Huruf Alif Lam / Al Zaidah dan Contohnya
Nahwushorof.ID - Selain berfungsi menjadikan suatu isim yang semula nakirah menjadi ma’rifat, ternyata huruf alif lam dalam ilmu nahwu ada juga yang hanya berfungsi sebagai huruf tambahan atau zaidah saja. Artinya, tambahan huruf alif lam (Al zaidah) tersebut tidak dapat mempengaruhi makna isim yang dimasukinya.
Macam-macam Huruf Alif Lam Zaidah
Mengenai huruf alif lam zaidah atau tambahan ini, Imam ibnu Malik dalam kitabnya “Alfiyah” yang berbentuk nadham berkata :
وَقَدْ تُزَادُ لَازِمًا كَاللَّاتِ | وَالآنَ وَالَّذِيْنَ ثُمَّ اللَّاتِى
Artinya: “Terkadang alif lam lazimah diberlakukan sebagai tambahan seperti lafadz “اللَّاتِ” (nama berhala), “الآنَ” (dharaf zaman), “الَّذِيْنَ” dan “اللَّاتِى” (isim maushul).
Dalam hal ini, Imam ibnu Aqil kemudian memperjelas dalam kitabnya “Alfiyah ibnu Aqil” yang menyatakan bahwa huruf alif lam (ال: dibaca Al) yang didatangkan sebagai tambahan dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Alif Lam / Al Zaidah Lazimah
Al zaidah lazimah adalah huruf zaidah (tambahan) yang tidak dapat dipisahkan dari isim yang dimasukinya. Dengan kata lain tambahan alif lam tersebut akan selalu melekat dan terus ada. Contohnya seperti lafadz “اللَّاتَ/العُزَّى” (nama-nama berhala) dan “الآنَ” (isim dharaf zaman mabni fathah).
Akan tetapi, untuk alif lam yang masuk pada lafadz “الآنَ” terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa huruf alif lam yang ada dalam lafadz “الآنَ” adalah alif lam ta’rif al-hudhur, yaitu huruf yang didatangkan untuk menjelaskan peristiwa kehadiran. Sama seperti ucapan “مَرَرْتُ بِهَذَا الرَّجُلِ” (aku berpapasan dengan laki-laki ini), dengan ini sesungguhnya huruf alif lam (Al) pada lafadz “الآنَ” memiliki makna “هَذَا الوَقْتِ” (sekarang, saat ini). Oleh karenanya, alif lam tersebut tidaklah huruf tambahan, melainkan berfungsi sebagai Al ta’rif lil hudhur (untuk memperjelas waktu kehadiran/peristiwa).
Sedangkan untuk alif lam pada lafadz "الَّذِيْنَ" dan "اللَّاتِى" mayoritas ulama sepakat bahwa huruf tersebut adalah alif lam (Al) zaidah wa al-lazimah. Karena yang mema'rifat-kan isim maushul itu kalimat yang terjatuh setelahnya (shilah), hal ini dapat dibuktikan dengan isim maushul "مَنْ" dan "مَا", meskipun tidak disertai alif lam (Al) tetapi tetap dihukumi ma'rifat bersama shilahnya.
Al zaidah lazimah ini juga kita dapati dalam lafadz jalalah "اللّه", meski sebagai huruf tambahan, pernah tidak kita mendengar orang Arab mengucapkan lafadz jalalah "اللّه" tanpa adanya alif lam (Al), tidak kan ? Oleh karena itu, huruf tambahan ini disebut lazimah (tetap/tidak dapat dihilangkan).
2. Alif Lam / Al Zaidah Ghairu Lazimah
Jika yang dimaksud dengan alif lam / Al zaidah lazimah adalah huruf tambahan yang tidak bisa dihilangkan. Maka Al zaidah ghairu lazimah adalah sebaliknya, yaitu alif lam tambahan yang tidak tetap atau tidak selamanya melekat. Contohnya seperti lafadz "الحَسَنُ" (yang bagus), "الدَّرْسُ" (pelajaran), "العِلْمُ" (ilmu), "المَعْهَدُ" (pondok pesantren), "المَدْرَسَةُ" (sekolahan), dan lain sebagainya. Alif lam yang terdapat dalam lafadz-lafadz tersebut merupakan contoh Al zaidah ghairu lazimah, banyak kita temukan pengucapannya tanpa disertai huruf alif lam (Al). Oleh karenanya alif lam (Al) itu dikatakan sebagai zaidah ghairu lazimah, artinya dapat dipisahkan atau dihilangkan, sifatnya tidak selalu melekat.
Macam-macam Alif Lam Zaidah Berdasarkan Kegunaannya
Alif lam (Al) zaidah memang tidak dapat memberikan pengaruh terhadap kema’rifatan isim. Akan tetapi, bukan berarti Al zaidah tidak memiliki peran apa-apa. Berdasarkan penggunaannya, huruf Al Zaidah (alif+lam) dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Al Zaidah Li al-Dharurat
Al zaidah li al-dharurat (alif+lam) adalah huruf yang dihadirkan karena daruratnya sya’ir. Artinya, alif lam tersebut tidak dapat mempengaruhi kema’rifatan isim dan tujuan dihadirkannya huruf tersebut untuk memantaskan lafadz dalam sya’ir Arab.
Contoh Al zaidah li al-dharurat (alif+lam) adalah sya’ir Arab berikut ini :
وَلَقَدْ جَنَيْتُكَ أَكْمُؤًا وَعَسَاقِلَا | وَلَقَدْ نَهَيْتُكَ عَنْ بَنَاتِ الأَوْبَرِ
“Aku telah melarangmu memetik jamur “Aubar”, sebab aku sudah memetik jamur yang besar dan kecil untuk dirimu”.
رَأَيْتُكَ لَمَّا اَنْ عَرَفْتَ وُجُوهَنَا | صَدَدْتَ وَطِبْتَ النَّفْسَ يَاقَيْسُ عَنْ عَمْرو
“Hai Quwais, aku tau kalau engkau selalu mengalihkan pandanganmu setiap kali melihat wajahku, harapanku semoga engkau tetap baik dengan Umar (jangan kau lakukan pada Umar)”.
Lafadz “عَنْ بَنَاتِ الأَوْبَرِ” dan “النَّفْسَ” dalam sya’ir Arab di atas adalah contoh Al zaidah yang didatangkan karena tingkah daruratnya sya’ir. Asal mulanya berupa lafadz “عَنْ بَنَاتِ أَوْبَرٍ” dan “نَفْسًا”.
2. Al Zaidah Li Lamhi as-Shifah
Al zaidah li lamhi as-shifah adalah huruf tambahan yang masuk pada sebagian isim alam, yang berfungsi untuk melihat makna asli dari isim-isim tersebut sebelum dijadikan sebagai isim alam, dan alif lam ini tidak dapat mempengaruhi kema’rifatan.
Contoh Al zaidah li lamhi as-shifah seperti kata al-fadhli “االفَضْلِ”, masuknya alif+lam pada lafadz isim alam ini dengan harapan kelak Fadhli akan memiliki sifat-sifat yang utama. Begitu juga kata al-nu’man “النُّعْمَانْ”, hadirnya tambahan huruf alif+lam tersebut mengandung harapan Nu’man mempunyai wajah yang tidak pucat (cerah), dan lain sebagainya.
3. Al Zaidah Lil Ghalabah
Yang dimaksud dengan Al zaidah lil ghalabah adalah huruf tambahan yang masuk pada sebagian isim alam guna menunjukkan kekhususan nama-nama tertentu dan mengalahkan nama-nama lainnya yang serupa.
Contoh Al zaidah lil ghalabah seperti lafadz al-madinah “المَدِيْنَةُ” yang pada asalnya dapat berupa nama kota apa saja. Tetapi karena diucapkan menggunakan huruf tambahan alif+lam, maka sudah pasti yang dimaksud al-madinah “المَدِيْنَةُ” di sini adalah madinah ar-rasul “مَدِيْنَةُ الرَّسُولِ”. Contoh lain adalah kata al-aqobah “العَقَبَةُ” yang dapat berarti setiap jalan yang ada di pegunungan. Namun karena diucapkan dengan disertai tambahan huruf alif+lam (Al zaidah) maka menjadi nama khusus jalan di gunung Mina.
Contoh Al zaidah lil ghalabah ini juga banyak kita temui dalam kitab-kitab klasik. Seperti al-kitab “الكِتَابُ” dalam pembahasan ilmu nahwu (nama khusus untuk karya Imam Sibawaih), kata al-imam “الاِمَامُ” dalam kitab-kitab fiqih (nama khusus untuk Imam al-haramain), ungkapan as-syaikhani “الشَّيْخَانِ” dalam kitab hadits (nama khusus untuk Imam Bukhari dan Muslim).
Apabila ada suatu isim yang dimasuki Al zaidah lil ghalabah menjadi munada atau mudhaf, maka huruf tambahan ini wajib dibuang, tidak boleh ditetapkan. Contohnya ucapan “يَا مَدِيْنَةَ رَسُوْلِ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”.
Sebaliknya ketentuan di atas, jika tidak berlaku menjadi munada atau mudhaf maka Al zaidah tersebut ditetapkan. Akan tetapi ada juga yang menghilangkannya, dan ini terbilang syadz (keluar dari kaidah nahwu), seperti ungkapan pepatah Arab “هَذَا عَيُّوْقٌ طَالِعًا”. Mestinya kata “عَيُّوْقٌ” diucapkan dengan tambahan huruf alif+lam, menjadi “العَيُّوْقُ” (nama bintang).
Itulah tadi penjelasan mengenai macam-macam alif lam zaidah atau Al zaidah dalam ilmu nahwu. Semoga artikel dari blog “Nahwu Shorof Online” ini dapat membantu pemula dalam mempelajari kaidah ilmu tata bahasa Arab.
Posting Komentar