Isim Maushul dan Huruf Maushul : Contoh, Macam, Pengertiannya
Nahwushorof.ID - Maushul adalah jenis kalimah dalam ilmu nahwu yang berfungsi sebagai penyambung antara dua kata. Maushul dibedakan menjadi 2 (dua macam), yaitu isim maushul (maushul ismi) dan huruf maushul (maushul harfi). Mari kenali lebih dalam kedua jenis maushul ini meliputi pengertian, macam-macam, dan bagaimana contoh penggunaan keduanya dalam kalimat bahasa Arab.
Arti Maushul dalam Ilmu Nahwu
Secara bahasa (etimologi) kata "maushul" (المَوصُول) adalah bentuk isim maf’ul dari kata "washala-yashilu" (وصل ـ يصل), artinya yang disambung. Maushul ini tidak dapat memberikan faedah yang sempurna kecuali ia disambung dengan kalimat setelahnya.
Dalam ilmu Nahwu, maushul dibagi menjadi dua macam, yaitu :
- Isim maushul,
- dan huruf maushul.
Pengertian Isim Maushul
Isim maushul adalah isim yang tidak bisa memberikan makna yang sempurna kecuali dengan jumlah atau syibh jumlah yang disebutkan setelahnya. Jumlah atau syibh jumlah ini dalam istilah ahli nahwu disebut sebagai shilah maushul.
هُوَ إِسْمٌ لَا يُتِمُّ مَعْنَاهُ إِلَّا بِجُمْلَةٍ أَوْ شِبْهِ جُمْلَةٍ تُذْكَرُ بَعْدَهُ تُسَمَّى صِلَةَ المَوصُولِ
"Isim yang tidak sempurna maknanya kecuali dengan jumlah atau syibhul jumlah yang terjatuh setelahnya, yang disebut shilah maushul".
Shilah maushul haruslah mengandung a’id, yaitu dhamir yang kembali kepada isim maushul itu sendiri. Dalam bab isim maushul ini juga terdapat istilah shadr shilah, adalah dhamir rafa’ yang berada pada permulaan shilah.
Isim maushul merupakan isim yang selamanya membutuhkan shilah (صلة) dan a’id (عائد). Dalam pengertian lain, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan isim maushul adalah isim yang masih samar, dan untuk menghilangkan kesamarannya tersebut membutuhkan sesuatu yang sambung dengannya.
Macam-macam Isim Maushul
Isim maushul dibagi menjadi dua macam, yaitu isim maushul mukhtash (khusus) dan isim maushul musytarak (umum).
1. Isim Maushul Mukhtash
Isim maushul mukhtash adalah isim yang jelas penunjukannya pada sebagian macam dan terbatas pada sebagian macam tersebut, yaitu berupa lafadz:
- Alladzi dan allati (الّذي، الّتي),
- Alladzani dan allatani (اللّذان، اللّتان),
- Al'ula dan alladzina (الأولى، اللّذين),
- Alla'i dan allati (اللّاء، اللّات).
a. Alladzi dan Allati (الّذي، الّتي)
Alladzi dan allati (الّذي، الّتي) adalah isim maushul yang bisa dapat digunakan untuk ‘aqil (berakal) dan ghairu ‘aqil (tidak berakal), baik itu menduduki keadaan rafa’, nashab maupun jar.
Contoh isim maushul alladzi dan allati (الّذي، الّتي) seperti kalimat:
- العَقْلُ هُوَ الّذِيْ يُمَيِّزُ الإِنْسَانَ عَنْ بَقِيَّةِ المَخْلُوْقَاتِ (Akallah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya).
- لَنْ تَرْجِعَ الأَيَّامُ الّتِيْ مَضَتْ (Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu).
b. Alladzani dan Allatani (الّذان، الّتان)
Alladzani dan allatani (الّذان، الّتان) merupakan bentuk tasniyah dari "الّذي" dan "الّتي". Dan i’rab-nya mengikuti i’rab isim tasniyah, yakni ketika rafa’ dengan alif, ketika nashab dan jar dengan ya’.
Adapun cara merubah "الّذي" dan "الّتي" ke dalam bentuk tasniyah yaitu dengan membuang huruf ya’, kemudian menambahkan alif+nun ketika rafa’, dan ya’+nun ketika keadaan nashab dan jar, menjadi الّذان, الّتان, الّذَين, dan الّتَين.
Berikut contoh penggunaan isim maushul alladzani dan allatani (الّذان، الّتان) dalam kalimat:
- وَالَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَأْذُوْهُمَا (Dan kepada dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya).
- اللَّتَانِ وَاظَبَتَا عَلَى الحُضُوْرِ نَجَحَتَا (Dua murid (pr) yang rajin hadir telah lulus).
Catatan : Ada juga yang mengucapkan nun-nya (ن) lafadz الَّذَانِ, الَّتَانِ, الَّذَيْنِ, dan الَّتَيْنِ dengan men-tasydid-kannya sebagai ganti dari huruf yang dibuang, yaitu ya’ nya lafadz الَّذِي dan الَّتِي.
c. Al’Ula dan Alladzina (الأولى، الّذِين)
Al’Ula dan alladzina (الأولى، الّذِين) adalah isim maushul mukhtash yang digunakan untuk menunjuk kepada jamak mudzakar baik aqil (berakal) maupun ghairu aqil (tidak berakal) pada keadaan rafa’, nashab, dan jar. Namun pada umumnya, untuk lafadz al’Ula الأولى sering diperuntukkan untuk jamak mudzakar aqil.
Contoh penggunaan isim maushul al’Ula (الأولى) adalah kalimat berikut:
- جَاءَ الاُولَى نَجَحُوْا مُبْتَهِجِيْنَ (Siswa-siswa yang lulus telah tiba dalam keadaan senang sekali).
Ada juga isim maushul al’Ula (الأولى) yang dipakai untuk menunjuk kepada jamak muannats. Sebagaimana contoh sya’ir arab di bawah ini.
وَتُبْلِى الأُولَى يَسْتَلْئِمُونَ عَلَى الأُولَى | تَرَاهُنَّ يَوْمَ الرَّوعِ كَالحِدَءِ القُبْلِ
“Kematian telah merusak orang-orang yang berpakaian baju besi di atas tunggangannya yang menatap tajam saat hari peperangan seperti burung alap-alap yang gesit”.
Adapun isim maushul alladzina (الّذِين), khusus digunakan untuk jamak mudzakar aqil (berakal), baik menempati keadaan rafa’, nashab, maupun jar.
Contoh isim maushul alladzina (الّذِين) adalah:
- جَاءَنِي الَّذِيْنَ أَكْرَمُوا زَيْدًا (Orang-orang yang memulyakan Zaid mendatangiku).
- رَأَيْتُ الَّذِيْنَ أَكْرَمُواهُ (Aku melihat orang-orang yang memulyakan Zaid).
- مَرَرْتُ بِالَّذِيْنَ أَكْرَمُوْهُ (Aku berpapasan dengan orang-orang yang memulyakan Zaid).
Meski demikian, sebagian orang Arab ada yang mengucapkan alladzina (الّذِين) dengan wawu (الَّذُوْنَ) ketika menempati keadaan rafa’. Seperti sya’ir Arab di bawah ini.
نَحْنُ اللَّذُوْنَ صَبَّحُوا الصَّبَاحَ | يَوْمًا النُّخَيْلِ غَارَةً مِلْحَاحَا
“Kami adalah orang-orang yang berangkat di waktu subuh pada saat perang nukhail untuk menyerbu dan mendesak musuh”.
d. Alla’i dan Allati (اللّاءِ، اللَّاتِ)
Alla’i dan allati (اللّاءِ، اللَّاتِ) adalah isim maushul mukhtash yang difungsikan untuk jamak muannats pada kedudukan rafa’, nashab, dan jar.
Pada sebagian literasi mengatakan bahwa isim maushul alla’i dan allati (اللّاءِ، اللَّاتِ) memiliki dua macam bacaan, yaitu dengan membuang ya’ pada akhir kalimahnya (اللّاءِ، اللَّاتِ) dan menetapkannya (اللَّاتِي، اللَّائِي).
Contoh isim maushul alla’i dan allati (اللّاءِ، اللَّاتِ) adalah sebagaimana kalimat:
- جَاءَنِيْ اللّاَتِ/اللَّاءِ يَرْجِعْنَ مِنَ السَّوْقِ (Orang-orang yang kembali dari pasar menghampiriku).
- رَأَيْتُ اللّاَتِ/اللَّاءِ يَرْجِعْنَ مِنَ السَّوْقِ (Aku melihat orang-orang yang kembali dari pasar).
- مَرَرْتُ اللّاَتِ/اللَّاءِ يَرْجِعْنَ مِنَ السَّوْقِ (Aku berpapasan dengan orang-orang yang kembali dari pasar).
Ada juga lafadz اللّاءِ yang difungsikan untuk jamak mudzakar seperti lafadz الَّذِيْنَ, akan tetapi terbilang langka. Contohnya seperti sya’ir Arab di bawah ini.
فَمَا أَبَائُنَا بِأَمَنَّ مِنْهُ | عَلَيْنَا اللَّاءِ قَدْ مَهَدُوا الحُجُوْرَا
“Tidaklah Bapak-bapak kami itu lebih dermawan daripada Mamduh, dan atas kami orang-orang yang memperbaiki rumah-rumah batu”.
Selain macam-macam isim maushul yang telah disebutkan di atas, ada lagi yang termasuk ke dalam kategori muhktash (khusus), yaitu lafadz dzatu dan dzawatu (ذات، ذوات). Menurut sebagian qabilah Thayyi’, keduanya berlaku sebagai isim maushul mukhtash sebagaimana lafadz الّتي. Dalam praktiknya, lafadz dzatu (ذات) dipakai untuk dalalah mufrad muannats. Sedangkan dzawatu (ذوات) untuk jamak muannats.
2. Isim Maushul Musytarak
Isim maushul musytarak atau maushul ismi musytarak adalah isim yang tidak terbatas penggunaannya pada sebagian macam, bahkan dapat digunakan pada sebagian macam yang lain.
Dalam redaksi yang mudah dipahami, isim maushul musytarak merupakan isim yang hanya menggunakan satu kata saja dalam penggunaannya, baik untuk bilangan mufrad, tasniyah, jamak, jenis mudzakkar maupun muannats.
Ada 6 macam isim maushul musytarak, yaitu : Man (من), Ma (ما), Al (ال), Dzu (ذو), Dza (ذا), dan ayyun (أيّ). Perincian dari masing-masing isim maushul musytarak tersebut sebagaimana berikut.
a. Man Maushul (من)
Man maushul (من) adalah isim maushul yang dalam praktiknya banyak digunakan untuk aqil (berakal), baik itu mufrad, ghairu mufrad, mudzakkar dan muannats.
Contoh Man isim maushul (من) seperti kalimat جَاءَنِيْ مَنْ شَجُعَ (Orang yang gagah itu menghampiriku).
Dalam literasi lain dijelaskan bahwa man maushul (من) juga ada yang difungsikan untuk ghairu aqil (tidak berakal), namun terbilang langka.
Contoh man maushul (من) yang digunakan untuk ghairu aqil sebagaimana Firman Allah Swt dalam Qur’an Surat Ar-Ra’d Ayat 15 dan dalam sya’ir Arab di bawah ini :
وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّموَاتِ وَالأَرْضِ
“Dan semua bersujud kepada Allah Swt baik yang ada di langit dan di bumi” (Q.S. Ar-Ra’d : 15)
بَكَيْتُ عَلَى سِرْبِ القَطَا إِذْ مَرَرْنَ بِى | فَقُلْتُ وَ مِثْلِيْ بِالبُكَاءِ جَدِيْرُ
أَسِرْبَ القَطَا هَلْ مَنْ يُعِيْرُ جَنَاحَهُ | لَعَلِّيْ إِلَى مَنْ قَدْ هَوَيْتُ أَطِيْرُ
“Aku menangis saat segerombolan burung Qatha’ terbang melewatiku, Aku berkata : ‘orang sepertiku memang pantas untuk menangis. Wahai segerombolan burung Qatha, adakah di antara kalian yang sudi meminjamiku sayap ? agar aku dapat terbang menuju kekasih yang sangat Aku rindukan”.
b. Ma Maushul (ما)
Ma maushul (ما) adalah isim maushul yang banyak digunakan untuk ghairu aqil (tidak berakal), kebalikan dari Man Maushul (من).
Contoh Ma maushul (ما) adalah sebagaimana kalimat أَعْجَبَنِي مَا كَتَبْتَ مِنَ المَادَّةِ (Aku menyukai akan artikel yang kamu tulis).
Ada juga ma maushul (ما) yang digunakan untuk aqil (berakal), akan tetapi langka. Seperti Firman Allah Swt dalam Qur’an Surat An-Nisa Ayat 3 :
فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
“Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat”.
c. Al Maushul (ال)
Al maushul (ال) adalah maushul ismi musytarak yang terkadang digunakan untuk aqil (berakal) dan ghairu aqil (tidak berakal).
Contoh penggunaan Al isim maushul (ال) adalah seperti kalimat المُبَلِّغُهَا أَنَا إِلَى زَيْدٍ الرِّسَالَةَ (Aku yang menyampaikan surat kepada si Zaid).
d. Dzu Maushul (ذو)
Lafadz dzu (ذو) ini juga masyhur di kalangan qabilah thaiyi’ sebagaimana man (من), ma (ما), dan al (ال) maushulah. Artinya, lafadz dzu (ذو) berlaku isim maushul musytarak yang digunakan untuk mufrad, dan ghairu mufrad, baik jenis mudzakkar maupun muannats.
Contoh penggunaan dzu (ذو) seperti kalimat جَاءَنِيْ ذُو مَهَرَ / مَهَرَا / مَهَرُوا / مَهَرْنَ / مَهَرَتَا / مَهَرَتْ (Orang yang mahir mendatangiku).
e. Dza Maushul (ذا)
Lafadz dza (ذا) juga berlaku sebagai isim maushul sebagaimana lafadz ma maushul (ما). Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya ketika dza (ذا) berlaku sebagai isim maushul, yaitu:
- Lafadz dza (ذا) terjatuh setelah ma istifhamiyah atau man istifhamiyah.
- Lafadz dza (ذا) tidak berlaku mulghah (sia-sia). Artinya, ma dengan dza (ماذا) atau man dengan dza (من ذا) tidak dianggap satu kalimah.
Contoh penggunaan lafadz dza (ذا) yang berlaku sebagai isim maushul musytarak adalah sya’ir Arab berikut:
أَلَا تَسْأَلَانِ المَرْءَ مَاذَا يُحَاوِلُ | أَنَحْبٌ فَيُقْضَ أَمْ ضَلَالٌ وَبَاطِلٌ
“Apa kalian berdua tidak bertanya kepada orang apa yang dia coba, ataukah ratapan ? Dia akan dihakimi, atau khayalan dan sia-sia ?”.
f. Ayyun Maushul (أيّ)
Lafadz ayyun (أيّ) berlaku seperti halnya ma maushul (ما). Artinya berlaku isim maushul musytarak, baik untuk mufrad, ghairu mufrad, dan jenis mudzakkar ataupun muannats. Adapun hukum lafadz ayyun (أيّ) ada yang mu’rab dan ada juga yang mabni.
Ketentuan isim maushul ayyun (أيّ) yang berlaku mu’rab adalah :
- Berlaku mudhaf dan shadr shilahnya yang berupa dhamir disebut.
- Tidak mudhaf dan shadr shilahnya yang berupa dhamir disebut.
- Tidak mudhaf dan shadr shilahnya yang berupa dhamir tidak disebut.
Contoh isim maushul ayyun (أيّ) yang berlaku mu’rab adalah:
- يُعْجِبُنِيْ أَيُّهُمْ هُوَ طَائِرٌ / أَيٌّ هُوَ طَائِرٌ / أَيٌّ طَائِرٌ (Orang yang terbang itu membuatku kagum).
Adapun ayyun (أيّ) yang berlaku mabni apabila ia mudhaf dan shadr shilahnya yang berupa dhamir tidak disebutkan. Contohnya kalimat يُعْجِبُنِيْ أَيُّهُمْ قَائِم (Orang yang berdiri itu membuatku kagum).
Meski demikian, menurut sebagian ulama ahli Nahwu (Imam Yunus dan Khalil), isim maushul ayyun (أيّ) berlaku mu’rab secara mutlak.
Huruf Maushul / Maushul Harfi
Huruf maushul atau maushul harfi adalah setiap huruf yang dita’wil mashdar bersamaan dengan shilahnya. Ada 5 (lima) macam huruf maushul, yaitu : An mashdariyah (أن), Anna (أَنَّ), Kei mashdariyah (كى), Ma mashdariyah dharfiyah (ما), dan law (لو).
Kelima macam huruf maushul tersebut dirangkai dalam sya’ir nadham berikut:
مَوصُوْلُنَا الحَرْفِيُّ خَمْسَةُ أَحْرُفٍ | هِيَ أَنْ وَأَنَّ وَكَى وَمَا فَاحْفَضْ وَلَو
“Huruf maushul ada lima macam, yaitu an (أن), anna (أَنَّ), kei (كى), ma (ما), dan law (لو), maka jagalah”.
Adapun contoh penggunaan huruf maushul adalah seperti kalimat رَأَيْتُ مِنْ أَنْ قَامَ زَيْدُ (Aku melihat Zaid berdiri).
Bagaimana cara menta’wil mashdar pada contoh di atas ? Jika dita’wil mashdar maka huruf maushulnya dibuang, kemudian fi’ilnya diubah ke dalam bentuk mashdarnya, lalu dimudhafkan kepada fa’ilnya. Alhasil, penta’wilan mashdar dari contoh tersebut kurang lebih menjadi “رَأَيْتُ مِنْ قِيَامِ زَيْدٍ”.
Kesimpulan
Berdasarkan keterangan di atas kurang lebihnya dapat diambil kesimpulan bahwa maushul yang selama ini kita kenal dengan kata/huruf sambung memiliki cabang dengan karakteristik yang unik. Dalam ilmu Nahwu, maushul dibagi menjadi dua macam, yaitu isim maushul dan huruf maushul.
Isim maushul tersebut kemudian dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu isim maushul mukhtash dan musyatarak. Dari macam-macam maushul yang telah kami sebutkan di atas, masing-masing juga memiliki ketentuan shilah maushul yang berbeda-beda, namun tidak dibahas secara gamblang pada artikel ini.
Begitu juga dalam masalah penta’wilan mashdar, masih banyak lagi yang mungkin harus pembaca ketahui. Untuk itu, selain dari artikel kami ini, silakan pembaca mengambil banyak referensi sebagai rujukan dan banding. Semoga bermanfaat dan terima kasih atas kunjungannya.
Posting Komentar