Syibhul Mudni / Faktor Kemabnian Isim (Wadl'i, Ma'nawi, Niyabah, dan Iftiqar)
Nahwushorof.ID - Sebagaimana yang telah dijelaskan pada artikel kami sebelumnya mengenai isim mabni, pada dasarnya semua kalimah isim hukumnya adalah mu’rob. Suatu isim bisa menjadi mabni sebab ia memiliki persamaan yang dapat mendekatkan kalimah isim tersebut kepada kalimah huruf. Dalam istilah ilmu nahwu persamaan yang seperti ini disebut sebagai syibhul mudni (شبه المدني).
Macam-macam Syibhul Mudni
Ada empat macam syibhul mudni, yaitu : 1) Syibhul wadl’i (شبه الوضعي), 2) Syibhul ma’nawi (شبه المعنوي), 3) Syibhun niyabah (شبه النّيابة), 4) Syibhul iftiqar (شبه الإفتقار). Penjelasan masing-masing sebagaimana berikut.
1. Syibhul wadl’i
Bagian yang pertama dari macam-macam syibhul mudni yaitu syibhul wadl’i (شبه الوضعي).
كَشَّبَهِ الوَضْعِيِّ فِي اسْمَى جِئْتَنَا | ...
“Seperti syibh wadl’i dalam kedua isimnya lafadz جِئْتَنَا (datanglah padaku)”.
Syibhul wadl’i adalah syibh / persamaan dalam hal asal letak. Jika ada suatu kalimah isim serupa dengan kalimah huruf dalam hal penempatan, baik atas satu huruf seperti ta’ (تَ) pada lafadz “ضَرَبْتَ” maupun atas dua huruf akan tetapi huruf selebihnya itu berupa huruf lain (حروف اللين) : و,ا,ي atau syibhul lain “شبه اللين” seperti huruf na (نَا) yang terdapat pada lafadz “أَكْرَمْنَا”. Maka, isim tersebut hukumnya adalah mabni, dan kalimah isim yang memiliki syibhul wadl’i ialah isim dlamir (اسم الضمير).
Selaras dengan isyaroh “جِئْتَنَا” pada bait di atas, huruf ta’ (تَ) yang terdapat pada lafadz “جِئْتَنَا” adalah kalimah isim. Sebab ia menjadi fa’il dari fi’il “جِئْ” (fi’il amr) dan hukumnya adalah mabni karena huruf ta’ (تَ) tersebut serupa dengan kalimah huruf dalam hal asal letaknya, yaitu serupa dengan huruf jer ba’ (ب). Begitu juga dengan huruf na (نَا) yang serupa dengan huruf jer “عَلَى”.
2. Syibhul Ma’nawi
Bagian yang kedua dari macam-macam syibhul mudni ialah syibhul ma’nawi (شبه المعنوي).
... | وَالمَعْنَوِيِّ فِى مَتَى وَفِى هُنَا
“Dan seperti syibhul ma’nawi dalam lafadz مَتَى dan هُنَا”
Syibhul ma’nawi adalah persamaan yang ditinjau dari sisi ma’nanya. Jadi, jika ada kalimah isim yang menyerupai kalimah huruf dalam hal ma’na yang disimpannya, maka hukumnya adalah mabni. Isim-isim yang memiliki syibhul ma’nawi ada tiga, yaitu isim istifham, isim syarat, dan isim isyarah.
Syaikh Ibnu Aqil menerangkan dalam kitabnya Ibnu Aqil syarah dari kitab Alfiyah Ibnu Malik, bahwa isim yang menyerupai kalimah huruf dari segi ma’na yang disimpannya ada dua macam, yaitu :
- Maujud (موجود),
- dan ghairu maujud (غير موجود).
a. Maujud
Artinya kalimah isim tersebut memiliki perbandingan dengan kalimah huruf yang diserupainya dari segi ma’na. Seperti lafadz “مَتَى” (isim istifham / syarat) yang menjadi isyaroh pada bait di atas.
Contoh : مَتَى تَقُوْمُ (Kapan kamu berdiri ?)
Lafadz “مَتَى” pada contoh terebut merupakan isim istifham dan hukumnya mabni. Kenapa bisa mabni ? sebab ia serupa dengan kalimah huruf ditinjau dari segi ma’nanya, yaitu serupa dengan huruf hamzah (أ). Keduanya sama-sama mengandung ma’na istifham (pertanyaan).
Contoh : مَتَى تَقُمْ أَقُمْ (Kapan engkau berdiri, maka aku pun berdiri)
Lafadz “مَتَى” pada contoh tersebut merupakan isim syarat dan dihukumi mabni sebab menyerupai kalimah huruf. Yaitu serupa dengan huruf “إِنْ” yang secara ma’na yang disimpannya sama-sama membutuhkan jawab.
Catatan : lafadz “مَتَى” dalam ucapan “مَتَى تَقُمْ أَقُمْ” ialah isim syarat dan fi’il yang menjadi fi’il syaratnya berupa fi’il tam (فعل التام). Fi’il tam adalah fi’il yang sudah terbilang cukup jika hanya menyebutkan ma’mul marfu’nya saja, dalam hal ini disebut fa’il. Jika isim syarat memiliki fi’il syarat berupa fi’il tam. Maka, muta’alliqnya (yang dihubungkan) ialah fi’il syarat itu sendiri.
Berbeda lagi jika fi’il yang menjadi fi’il syaratnya adalah fi’il naqis (فعل الناقص). Fi’il naqis merupakan fi’il yang tidak hanya membutuhkan ma’mul marfu’ saja, akan tetapi juga membutuhkan yang namanya ma’mul manshub. Seperti “كَان”, yang membutuhkan ma’mul marfu’ sebagai isimnya dan membutuhkan ma’mul manshub sebagai khobarnya. Jika yang menjadi fi’il syarat dari isim syarat adalah fi’il naqis, maka muta’alliqnya isim syarat tersebut ialah khobar dari fi’il naqis itu sendiri.
Contoh : مَتَى تَكُنْ نَشِيْطًا تَفُزْ فِى آخِرِ السَّنَةِ (Kapan kamu rajin, maka akan berbahagia di akhir usia).
Lafadz “مَتَى” pada contoh tersebut muta’alliq dengan “نَشِيْطًا” yang menjadi khobarnya “تَكُنْ” yaitu fi’il syarat yang berupa fi’il naqis dari isim syarat “مَتَى”.
b. Ghairu Maujud
Artinya dalam kalam Arab kalimah isim itu tidak ada perbandingannya dengan kalimah huruf dari segi ma’na, akan tetapi tetap harus dikira-kirakan. Seperti “هُنَا / هَهُنَا” (di sini), yaitu kata untuk menunjukkan pada tempat yang dekat, dalam ilmu nahwu disebut sebagai isim isyaroh.
Contoh : مِنْ فَضْلِكَ لَا تُدَخِّنْ هُنَا (Tolong jangan merokok di sini)
Lafadz “هُنَا” (kata tunjuk/isim isyaroh) hukumnya mabni sebab memiliki persamaan dengan kalimah huruf yang dikira-kirakan dari segi ma’nanya. Yaitu serupa dengan huruf “مَا” yang mengandung ma’na menafikan atau meniadakan, serupa dengan huruf “لَا” yang menunjukkan ma’na mencegah atau melarang, dan juga serupa dengan huruf “لَيْتَ dan لَعَلَّ” yang menunjukkan ma’na hayalan / harapan.
3. Syibhun Niyabah
Bagian yang ketiga dari macam-macam syibhul mudni yaitu syibhun niyabah (شبه النّيابة) atau bisa juga disebut syibhul isti’mal (شبه الإستعمال).
... وَكَنِيَابَةٍ عَنِ الفِعْلِ بِلَا | تَأَثُّرٍ
“Dan seperti niyabah (pengganti) dari fi’il tanpa mendapat akibat”
Syibhun niyabah adalah persamaan yang dilihat pada segi niyabahnya dari kalimah fi’il dan tidak mendapatkan akibat dari amil. Jadi, jika ada kalimah isim serupa dengan kalimah huruf dalam hal sama-sama menjadi ganti dari kalimah fi’il dan tidak menerima akibat amil, artinya tidak bisa menjadi ma’mulnya amil. Maka, kalimah isim tersebut hukumnya adalah mabni. Adapun isim yang memiliki syibhun niyabah adalah isim fi’il.
Contoh : دَرَاكِ زَيْدًا (Susulah Zaid)
Pada contoh di atas, lafadz “دَرَاكِ” hukumnya adalah mabni, sebab serupa dengan kalimah huruf dalam hal beramal atau memberi akibat pada lafadz setelahnya, namun ia sendiri tidak menerima akibat dari lafadz lainnya. Lafadz “دَرَاكِ” tersebut merupakan isim fi’il amr yang memberi akibat kepada lafadz setelahnya, yaitu lafadz “زَيْدًا” dan tidak menerima akibat dari kalimah lainnya.
Sedangkan jika kalimah isim tersebut menjadi pengganti dari kalimah fi’il. Akan tetapi masih bisa menerima akibat dari amil, maka hukumnya tetap mu’rob.
Contoh : ضَرْبًا زَيْدًا (Pukullah Zaid)
Lafadz “ضَرْبًا” menjadi pengganti dari “إِضْرِبْ” tetapi tetap dihukumi mu’rob. Kenapa tetap dihukumi mu’rob ? padahal statusnya menjadi pengganti dari fi’il. Jawabannya, sebab lafadz “ضَرْبًا” tersebut dibaca nashob karena mendapat akibat dari fi’il yang dibuang, berbeda dengan lafadz “دَرَاكِ” pada contoh di atas tadi yang tidak menerima akibat dari kalimah lainnya.
4. Syibhul Iftiqor
Bagian yang terakhir dari macam-macam syibhul mudni yaitu syibhul iftiqor (شبه الإفتقار). Apa syibhul iftiqor itu ?
| ... وَكَافْتِقَارٍ أُصِّلَا
“Dan seperti iftiqar (butuh pada lafadz setelahnya) yang telah ditetapkan”
Secara bahasa iftiqor (إفتقار) artinya membutuhkan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan syibhul iftiqor adalah persamaan yang dilihat dari segi kebutuhannya akan kalimah lainnya. Jadi, jika kalimah isim serupa dengan kalimah huruf dalam hal sama-sama membutuhkan kalimah lain yang terjatuh setelahnya maka dapat dipastikan hukumnya adalah mabni. Adapun kalimah isim yang memiliki syibhul iftiqor ialah isim maushul.
Contoh : العِلْمُ هُوَ الَّذِيْ يَحْرِسُكَ لَا المَالُ (Ilmulah yang menjagamu, bukan hartamu).
Lafadz “الَّذِيْ” (isim maushul) tersebut hukumnya adalah mabni sebab serupa dengan huruf jer yang sama-sama membutuhkan kalimah yang terjatuh setelahnya. Isim maushul butuh akan kalimah setelahnya sebagai silahnya (صلة), huruf jer butuh kalimah yang terjatuh setelahnya sebagai majrurnya.
Berangkat dari keterangan panjang kali lebar di atas dapat disimpulkan, bahwa macam-macam isim mabni ada 6 macam, yaitu :
- Isim dlamir (اسم الضمير),
- Isim istifham (اسم الإستفهام),
- Isim syarat (اسم الشرط),
- Isim isyarah (اسم الإشارة),
- Isim fi’il (اسم الفعل),
- Isim maushul (اسم الموصول).
Penutup
Demikian yang dapat kami sajikan mengenai Syibhul Mudni atau Faktor Kemabnian Isim. Jika ada kesalahan atas keterangan, silakan sampaikan melalui kolom komentar atau kontak kami. Semoga bermanfaat dan terimakasih atas kunjungannya.
Posting Komentar